Apa Itu OCCRP?
jaklamer – Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) adalah organisasi jurnalisme investigasi kolaboratif yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Lembaga ini dikenal sebagai salah satu jaringan jurnalisme terbesar di dunia, dengan fokus utama pada investigasi kejahatan terorganisir dan korupsi. Berdasarkan situs resminya, OCCRP mengandalkan donasi publik dan organisasi untuk mendukung aktivitasnya.
Fakta Penting Tentang OCCRP
- Lokasi Basis: Amsterdam, Belanda.
- Pendanaan: Donasi mulai dari $10 hingga $1.000 per bulan (sekitar Rp162 ribu hingga Rp16 juta).
- Sumber Dana: Tidak menerima dana dari politisi, partai politik, atau sumber yang dapat memunculkan konflik kepentingan.
- Aset Total 2023: $21.987.057 (sekitar Rp355,65 miliar).
Tabel di bawah ini merangkum informasi penting terkait OCCRP:
Aspek | Detail |
---|---|
Lokasi Basis | Amsterdam, Belanda |
Sumber Pendanaan | Donasi publik, yayasan swasta, pemerintah |
Jumlah Aset (2023) | $21.987.057 (Rp355,65 miliar) |
Rentang Donasi Bulanan | $10 – $1.000 (Rp162 ribu – Rp16 juta) |
Penolakan Donasi | Dari politisi, partai, atau pihak konflik |
Daftar Tokoh Terkorup 2024: Jokowi Jadi Sorotan
Pada 2 Januari 2024, OCCRP merilis daftar tokoh yang dinilai terkorup di dunia. Salah satu nama yang muncul adalah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Hal ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak di Indonesia. Nama Jokowi masuk dalam daftar bersama tokoh-tokoh lain seperti:
- William Ruto (Presiden Kenya)
- Bola Ahmed Tinubu (Presiden Nigeria)
- Sheikh Hasina (Mantan PM Bangladesh)
- Gautam Adani (Pengusaha India)
- Bashar al-Assad (Mantan Presiden Suriah, yang mendapat titel “Person of the Year” untuk kategori kejahatan organisasi dan korupsi).
Bagaimana OCCRP Membuat Daftar Ini?
Menurut OCCRP, daftar ini disusun berdasarkan nominasi dari pembaca, jurnalis, dan pihak lain dalam jaringan mereka. Proses pengumpulan nominasi dilakukan melalui Google Form yang dibagikan sejak 22 November 2024. Namun, metode ini dikritik karena dianggap kurang berbasis data dan fakta.
Kutipan menarik datang dari Irma Suryani Chaniago, politikus Partai NasDem, yang menyatakan: “Daftar ini tidak bisa dijadikan acuan karena tidak berdasarkan data yang valid. Itu hanya hasil dari nominasi yang dikumpulkan secara online.”
Reaksi Jokowi dan Pemerintah Indonesia
Presiden Jokowi sendiri merespons tuduhan ini dengan tenang. Ia menyatakan bahwa tuduhan tersebut hanyalah framing politik yang tidak berdasar. Dalam keterangannya, Jokowi mengatakan:
“Tuduhan itu harus dibuktikan. Apa yang dikorupsi? Apa buktinya? Banyak sekali fitnah dan framing jahat yang sekarang beredar.”
Jokowi juga mengindikasikan adanya muatan politis di balik laporan ini. Ia menambahkan, “Sekarang ini, orang bisa menggunakan berbagai kendaraan, seperti NGO, partai politik, atau ormas, untuk membuat framing jahat.”
Donatur OCCRP: Mayoritas dari Amerika Serikat
OCCRP menyebutkan daftar donatur yang mendukung operasional mereka. Enam di antaranya adalah pemerintah negara, termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Swedia. Selain itu, mereka juga didanai oleh yayasan swasta yang mendukung jurnalisme investigasi.
Tabel berikut menunjukkan daftar donatur utama OCCRP:
Donatur Pemerintah | Yayasan Swasta |
---|---|
Amerika Serikat | Open Society Foundation |
Prancis | Ford Foundation |
Swedia | Oak Foundation |
Kritik terhadap Pendanaan
Kritik terhadap OCCRP tidak hanya datang dari tokoh politik Indonesia, tetapi juga dari publik internasional. Beberapa pihak mempertanyakan transparansi dan independensi organisasi ini. Sebagai contoh, ada yang menyoroti dominasi donatur dari Amerika Serikat, yang dianggap dapat memengaruhi arah investigasi mereka.
Menurut ahli jurnalisme investigasi, Dr. Michael McGuire, “Ketergantungan pada pendanaan dari negara tertentu dapat menimbulkan bias dalam pelaporan investigasi, meskipun organisasi tersebut berupaya menjaga independensi.”
Kesimpulan
Kontroversi daftar tokoh terkorup versi OCCRP menunjukkan pentingnya transparansi dan akurasi dalam investigasi jurnalistik. Meski OCCRP memiliki reputasi sebagai organisasi jurnalisme investigasi terkemuka, metode pengumpulan data mereka untuk daftar ini menuai kritik. Reaksi keras dari Presiden Jokowi dan pemerintah Indonesia memperlihatkan bahwa isu ini tidak hanya soal laporan jurnalistik, tetapi juga berkaitan dengan geopolitik dan framing politik.
Sebagai pembaca, kita perlu kritis terhadap setiap laporan yang kita terima, terutama yang menyangkut nama-nama besar. Apakah Anda setuju dengan daftar OCCRP ini? Atau Anda merasa ada bias tertentu di baliknya? Mari kita berdiskusi dengan bijak.